int |
Hari ini, minggu 10 januari 2015 mereka merayakan ritual tahunan disebut Maudu Lompoa bisa diartikan Maulid Akbar. Sebuah perayaan hari kelahiran junjungan Nabi Muhammad SAW, yang dirayakan di setiap 12 Rabiul Awal H. Disebut Maudu Lompoa karena Maulid ini terbesar sebagai puncak dari penyelenggaraan di daerah itu.
Perayaan Maulid Besar (Maudu’ Lompoa) adalah tradisi masyarakat Desa Cikoang, Kabupaten Takalar–Sulawesi Selatan, yang telah menjadi ajang wisata tahunan. Perayaan ini merupakan puncak dari seluruh Perayaan Maulid di Kabupaten Takalar yang selesai digelar sebelumnya pada tahun yang sama.
int |
Jarak tempuh menuju lokasi wisata religi dari Kota Makassar dicapai sejauh 80 kilo meter. Maudu’ Lompoa ini selalu dipadati hingga ribuan pengunjung, mulai dari masyarakat sekitar Desa Cikoang sendiri, hingga wisatawan dalam negeri maupun mancanegara ikut hadir menyaksikan serunya ritual ini.
Konon tradisi Maudu’ Lompoa telah ada sejak abad 17 dimasa Pemerintahan Sultan Alauddin (Raja Gowa), yang dibawa oleh Ulama Besar yang berasal dari Aceh yaitu Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid.
Perayaan Maudu’ Lompoa merupakan ungkapan rasa suka cita masyarakat Desa Cikoang di Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, juga ungkapan syukur masyarakat setempat atas berlimpahnya berkah rejeki yang diterima dari hasil panen ditahun tersebut.
Persiapan Maudu’ Lompoa ini dimulai dengan menyediakan beras, ayam, telur, minyak kelapa, julung-julung (perahu), bagi setiap orang dalam satu keluarga/kelompok di Desa Cikoang. Sementara pihak penyelenggara / panitia ikut menyiapkan panggung upacara dan berbagai persiapan lain, yang lokasinya harus berada tidak jauh dari tepi sungai Cikoang dan pada area tempat berdirinya Balla’ Lompoa (rumah adat berupa aula ukuran besar).
Sebulan sebelum 12 Rabiul Awal, sekitar tanggal 10 Shafar, ayam-ayam tadi yang telah disiapkan oleh masyarakat Cikoang, sudah harus dikurung dengan maksud agar ayam tersebut tidak lagi makan barang najis.
Setiap orang dalam sebuah keluarga atau kelompok sekurang–kurangnya menyediakan satu ekor ayam yang sehat. Setelah tiba masa peringatan, ayam - ayam harus disembelih oleh “Anrongguru” (tokoh dari keluarga Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid diatas tadi) yang akan memimpin prosesi upacara Maudu’ Lompoa nantinya. Puluhan Anrongguru akan hadir nantinya guna mengatur dan menjalankan prosesi ritual Maudu’ Lompoa.
Beras yang dipakai harus diproses sendiri, yaitu ditumbuk pada sebuah lesung (tempat menumbuk padi) yang sudah dibersihkan. Syaratnya, lesung tersebut harus dipagari dan tidak boleh rapat ke tanah. Orang yang menumbuk beras juga tidak boleh menaikkan kakinya diatas lesung. Sementara padi yang ditumbuknya pun tidak boleh jatuh ke tanah walau sebiji.
Ampas dari beras harus dikumpul baik-baik pada tempat yang tidak mudah kena kotoran sampai selesainya dibacakan Surat Rate’ (Kitab Maudu’), berupa kitab yang menceritakan kelahiran nabi sampai riwayat datangnya Islam yang dibawa oleh Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid.
Ukuran banyaknya beras untuk setiap orang diharuskan 4 liter, yang bermakna bahwa setiap manusia terdiri atas 4 unsur, yaitu tanah, air, angin dan api. Bakul yang digunakan harus juga terbuat dari daun lontar yang berukuran minimal untuk 4 liter beras dan 1 ekor ayam. Ukuran bakul bertingkat - tingkat sesuai banyaknya jumlah anggota keluarga atau pengikut ritual ini. Biasanya keluarga atau kelompok yang besar bakulnya, maka pengikutnya pun akan banyak meramaikan dan memeriahkan suasana Maudu’ Lompoa nantinya.
Minyak kelapa yang digunakan harus diproses sendiri serta khusus dibuat hanya untuk acara tersebut, jadi tidak boleh digunakan untuk kebutuhan lain. Nanti pada saat upacara Maudu’ Lompoa telah selesai, barulah minyak tadi diperbolehkan untuk digunakan bagi kebutuhan lain. Sabuk dan tempurungnya pun harus dikumpulkan pada suatu tempat yang tidak ternoda, ataukah dibakar kemudian segera timbun didalam tanah agar tidak terkena najis.
Telur yang disiapkan direbus terlebih dahulu serta diberi aneka warna, lalu ditusuk pada ujung bambu runcing yang telah dibelah - belah kecil sebelumnya, kemudian ditancapkan di atas bakul.
Persiapan lainnya adalah :
Ammone baku’ (mengisi bakul). Pada persiapan ini orang yang berhak mengisi bakul adalah perempuan yang suci dari hadas dan najis (selalu berwudhu), prosesinya adalah mengisi bakul dengan nasi setengah masak, kemudian ayam yang telah disembelih dan telah dibersihkan, dibungkus daun pisang lalu dimasukkan ke dasar bakul, selanjutnya menutup permukaan bakul dengan daun pisang atau daun kelapa muda. Adapun telur - telur rebus berwarna – warni yang masing – masing telah ditusukkan setangkai kayu kecil, harus ditancapkan di atas nasi (bakul) tadi.
Ammode baku’ (menghiasi bakul). Yang dihiasi bukan bakul, melainkan tempat di mana bakul itu akan dimuat dengan aneka warna dari berbagai hiasan yang bernila tinggi. Hiasan-hiasan ini akan menjadi ukuran tingkat kemampuan sosial pemiliknya. Karena itulah, sebagian orang biasanya menjual barang berharga miliknya untuk memperoleh biaya agar mampu membuat “Kanre Maudu” (Nasi Maulid) berukuran besar.
Selain itu, ada juga dibuat sebuah “Julung–Julung” (replika Perahu Pinisi) dari bambu atau kayu dengan dua buah tiang layar, yang dihiasi kain berwarna - warni sebagai layar dan bendera (perlambang datangnya ajaran kebenaran dari Nabi yang dibawa oleh Sayyid Jalaluddin Al’ Aidid). Perahu tersebut bertiang empat serta agak tinggi sehingga bentuknya mirip dengan panggung. Pada bagian belakang perahu biasanya ditempelkan uang kertas Rp.5.000-an atau Rp 10.000-an.
Dalam satu keluarga yang punya kemampuan ekonomi cukup, maka diharuskan membuat sebuah Julung - Julung. Sementara bagi keluarga yang kurang mampu, biasanya membentuk sebuah kelompok bersama beberapa keluarga kurang mampu lainnya agar mereka juga dapat membuat sebuah Julung-Julung.
Perahu ini dihiasi beragam jenis dekorasi termasuk perelengkapan sehari–hari yang bersih dan masih terlihat baru, seperti: kain, seprei, baju, celana, bahkan lemari plastik, sabun, odol, hingga panci yang bergelantungan di sepanjang sisi Julung-Julung. Pada akhirnya Julung–julung ini hanya ditempatkan ditepi sungai Cikoang.
Namun sebelumnya perahu–perahu replika tersebut diarak dan dikumpulkan disuatu lapangan (alun–alun) tepat didepan Balla’ Lompoa sambil diiringi suara gendang yang ditabuh bertalu–talu. Disamping itu suasana ini dimeriahkan juga dengan permainan adu pencak silat oleh para pemuda setempat.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan upacara di lapangan (alun–alun) yang meliputi :
1. Angngantara’ Kanre Maudu (mengantar persiapan Maulid). Lokasi Maudu’ Lompoa adalah di tepi Sungai Cikoang. Pada pagi hari tanggal 29 Rabiul Awal segala persiapan dan perlengkapan ritual diarak oleh masing - masing pemiliknya dengan doa tersendiri.
2. Pannarimang Kanre Maudu (penerimaan Nasi Maulid). Penerimaan ini dilakukan oleh Guru (tokoh agama keturunan langsung dari Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid) yang memimpin upacara Maudu’ Lompoa, dengan membakar dupa dan duduk bersila menghadap kiblat sambil membaca doa agar persembahannya itu diterima dan menyenangkan Rasulullah SAW.
3. Rate’ (pembacaan Syair Pujian pada Rasulullah SAW dan Keluarganya). A’rate’ (inti acara) artinya membaca kisah atau syair-syair pujian terhadap Rasulullah SAW dan Keluarganya dengan lagu dan irama tersendiri yang amat khas dan menyentuh hati.
Acara ini biasanya berlangsung sekitar dua jam. Kitab Rate’ ini merupakan karya besar Sayyid Jalaluddin Al`Aidid dan menjadi inti ajaran - ajarannya dalam tarekat “Nur Muhammad” (kelahiran Nabi Muhammad SAW dialam gaib atau arwah, selain kelahiran dialam Syahadah atau dunia, menurut keyakinan Masyarakat Cikoang). Setelah berakhirnya acara ini, maka selesailah inti acara Maudu’ Lompoa.
4. Pattoanang (istirahat untuk menjamu). Yaitu jamuan undangan yang disediakan sesudah selesai upacara inti dari ritual. Jamuan yang dihidangkan dibuat sendiri oleh penyelenggara / panitia acara tersebut, dan para undangan / peserta dapat menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan.
5. Pambageang Kanre Maudu’ (Pembagian Nasi Maulid). Setelah semua acara berlangsung, maka para tamu yang bersiap untuk pulang, akan dibagikan makanan (Kanre Maudu’) sebagai berkah dari nabi melalui penyelenggara acara.
Konon tradisi Maudu’ Lompoa telah ada sejak abad 17 dimasa Pemerintahan Sultan Alauddin (Raja Gowa), yang dibawa oleh Ulama Besar yang berasal dari Aceh yaitu Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid.
Perayaan Maudu’ Lompoa merupakan ungkapan rasa suka cita masyarakat Desa Cikoang di Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, juga ungkapan syukur masyarakat setempat atas berlimpahnya berkah rejeki yang diterima dari hasil panen ditahun tersebut.
Persiapan Maudu’ Lompoa ini dimulai dengan menyediakan beras, ayam, telur, minyak kelapa, julung-julung (perahu), bagi setiap orang dalam satu keluarga/kelompok di Desa Cikoang. Sementara pihak penyelenggara / panitia ikut menyiapkan panggung upacara dan berbagai persiapan lain, yang lokasinya harus berada tidak jauh dari tepi sungai Cikoang dan pada area tempat berdirinya Balla’ Lompoa (rumah adat berupa aula ukuran besar).
Sebulan sebelum 12 Rabiul Awal, sekitar tanggal 10 Shafar, ayam-ayam tadi yang telah disiapkan oleh masyarakat Cikoang, sudah harus dikurung dengan maksud agar ayam tersebut tidak lagi makan barang najis.
Setiap orang dalam sebuah keluarga atau kelompok sekurang–kurangnya menyediakan satu ekor ayam yang sehat. Setelah tiba masa peringatan, ayam - ayam harus disembelih oleh “Anrongguru” (tokoh dari keluarga Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid diatas tadi) yang akan memimpin prosesi upacara Maudu’ Lompoa nantinya. Puluhan Anrongguru akan hadir nantinya guna mengatur dan menjalankan prosesi ritual Maudu’ Lompoa.
Beras yang dipakai harus diproses sendiri, yaitu ditumbuk pada sebuah lesung (tempat menumbuk padi) yang sudah dibersihkan. Syaratnya, lesung tersebut harus dipagari dan tidak boleh rapat ke tanah. Orang yang menumbuk beras juga tidak boleh menaikkan kakinya diatas lesung. Sementara padi yang ditumbuknya pun tidak boleh jatuh ke tanah walau sebiji.
Ampas dari beras harus dikumpul baik-baik pada tempat yang tidak mudah kena kotoran sampai selesainya dibacakan Surat Rate’ (Kitab Maudu’), berupa kitab yang menceritakan kelahiran nabi sampai riwayat datangnya Islam yang dibawa oleh Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid.
Ukuran banyaknya beras untuk setiap orang diharuskan 4 liter, yang bermakna bahwa setiap manusia terdiri atas 4 unsur, yaitu tanah, air, angin dan api. Bakul yang digunakan harus juga terbuat dari daun lontar yang berukuran minimal untuk 4 liter beras dan 1 ekor ayam. Ukuran bakul bertingkat - tingkat sesuai banyaknya jumlah anggota keluarga atau pengikut ritual ini. Biasanya keluarga atau kelompok yang besar bakulnya, maka pengikutnya pun akan banyak meramaikan dan memeriahkan suasana Maudu’ Lompoa nantinya.
Minyak kelapa yang digunakan harus diproses sendiri serta khusus dibuat hanya untuk acara tersebut, jadi tidak boleh digunakan untuk kebutuhan lain. Nanti pada saat upacara Maudu’ Lompoa telah selesai, barulah minyak tadi diperbolehkan untuk digunakan bagi kebutuhan lain. Sabuk dan tempurungnya pun harus dikumpulkan pada suatu tempat yang tidak ternoda, ataukah dibakar kemudian segera timbun didalam tanah agar tidak terkena najis.
Telur yang disiapkan direbus terlebih dahulu serta diberi aneka warna, lalu ditusuk pada ujung bambu runcing yang telah dibelah - belah kecil sebelumnya, kemudian ditancapkan di atas bakul.
Persiapan lainnya adalah :
Ammone baku’ (mengisi bakul). Pada persiapan ini orang yang berhak mengisi bakul adalah perempuan yang suci dari hadas dan najis (selalu berwudhu), prosesinya adalah mengisi bakul dengan nasi setengah masak, kemudian ayam yang telah disembelih dan telah dibersihkan, dibungkus daun pisang lalu dimasukkan ke dasar bakul, selanjutnya menutup permukaan bakul dengan daun pisang atau daun kelapa muda. Adapun telur - telur rebus berwarna – warni yang masing – masing telah ditusukkan setangkai kayu kecil, harus ditancapkan di atas nasi (bakul) tadi.
Ammode baku’ (menghiasi bakul). Yang dihiasi bukan bakul, melainkan tempat di mana bakul itu akan dimuat dengan aneka warna dari berbagai hiasan yang bernila tinggi. Hiasan-hiasan ini akan menjadi ukuran tingkat kemampuan sosial pemiliknya. Karena itulah, sebagian orang biasanya menjual barang berharga miliknya untuk memperoleh biaya agar mampu membuat “Kanre Maudu” (Nasi Maulid) berukuran besar.
Selain itu, ada juga dibuat sebuah “Julung–Julung” (replika Perahu Pinisi) dari bambu atau kayu dengan dua buah tiang layar, yang dihiasi kain berwarna - warni sebagai layar dan bendera (perlambang datangnya ajaran kebenaran dari Nabi yang dibawa oleh Sayyid Jalaluddin Al’ Aidid). Perahu tersebut bertiang empat serta agak tinggi sehingga bentuknya mirip dengan panggung. Pada bagian belakang perahu biasanya ditempelkan uang kertas Rp.5.000-an atau Rp 10.000-an.
Dalam satu keluarga yang punya kemampuan ekonomi cukup, maka diharuskan membuat sebuah Julung - Julung. Sementara bagi keluarga yang kurang mampu, biasanya membentuk sebuah kelompok bersama beberapa keluarga kurang mampu lainnya agar mereka juga dapat membuat sebuah Julung-Julung.
Perahu ini dihiasi beragam jenis dekorasi termasuk perelengkapan sehari–hari yang bersih dan masih terlihat baru, seperti: kain, seprei, baju, celana, bahkan lemari plastik, sabun, odol, hingga panci yang bergelantungan di sepanjang sisi Julung-Julung. Pada akhirnya Julung–julung ini hanya ditempatkan ditepi sungai Cikoang.
Namun sebelumnya perahu–perahu replika tersebut diarak dan dikumpulkan disuatu lapangan (alun–alun) tepat didepan Balla’ Lompoa sambil diiringi suara gendang yang ditabuh bertalu–talu. Disamping itu suasana ini dimeriahkan juga dengan permainan adu pencak silat oleh para pemuda setempat.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan upacara di lapangan (alun–alun) yang meliputi :
1. Angngantara’ Kanre Maudu (mengantar persiapan Maulid). Lokasi Maudu’ Lompoa adalah di tepi Sungai Cikoang. Pada pagi hari tanggal 29 Rabiul Awal segala persiapan dan perlengkapan ritual diarak oleh masing - masing pemiliknya dengan doa tersendiri.
2. Pannarimang Kanre Maudu (penerimaan Nasi Maulid). Penerimaan ini dilakukan oleh Guru (tokoh agama keturunan langsung dari Sayyid Djalaluddin Al’ Aidid) yang memimpin upacara Maudu’ Lompoa, dengan membakar dupa dan duduk bersila menghadap kiblat sambil membaca doa agar persembahannya itu diterima dan menyenangkan Rasulullah SAW.
3. Rate’ (pembacaan Syair Pujian pada Rasulullah SAW dan Keluarganya). A’rate’ (inti acara) artinya membaca kisah atau syair-syair pujian terhadap Rasulullah SAW dan Keluarganya dengan lagu dan irama tersendiri yang amat khas dan menyentuh hati.
Acara ini biasanya berlangsung sekitar dua jam. Kitab Rate’ ini merupakan karya besar Sayyid Jalaluddin Al`Aidid dan menjadi inti ajaran - ajarannya dalam tarekat “Nur Muhammad” (kelahiran Nabi Muhammad SAW dialam gaib atau arwah, selain kelahiran dialam Syahadah atau dunia, menurut keyakinan Masyarakat Cikoang). Setelah berakhirnya acara ini, maka selesailah inti acara Maudu’ Lompoa.
4. Pattoanang (istirahat untuk menjamu). Yaitu jamuan undangan yang disediakan sesudah selesai upacara inti dari ritual. Jamuan yang dihidangkan dibuat sendiri oleh penyelenggara / panitia acara tersebut, dan para undangan / peserta dapat menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan.
5. Pambageang Kanre Maudu’ (Pembagian Nasi Maulid). Setelah semua acara berlangsung, maka para tamu yang bersiap untuk pulang, akan dibagikan makanan (Kanre Maudu’) sebagai berkah dari nabi melalui penyelenggara acara.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon