Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan
kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan
orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat.
Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam
masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya.
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab
perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku
sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi
apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk
menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.
Tokoh Pemikir
Lawrence Kohlberg
Lawrence Kohlberg (/ koʊlbərɡ /; 25 Oktober 1927 - 19 Januari 1987)
adalah seorang psikolog Amerika terkenal karena teorinya tentang tahapan perkembangan
moral. Ia menjabat sebagai profesor di Departemen Psikologi di University of
Chicago dan di Graduate School of Education di Harvard University. Meskipun itu
dianggap biasa di jamannya, ia memutuskan untuk mempelajari topik penghakiman
moral, memperpanjang akun Jean Piaget perkembangan moral anak-anak dari dua puluh
lima tahun sebelumnya. Bahkan, butuh Kohlberg lima tahun sebelum ia mampu
mempublikasikan artikel berdasarkan pandangannya. Karya Kohlberg mencerminkan dan diperpanjang
tidak hanya temuan Piaget tetapi juga teori filsuf George Herbert Mead dan James
Mark Baldwin. Pada saat yang sama ia menciptakan bidang baru dalam psikologi:
"perkembangan moral". Dalam studi empiris menggunakan enam kriteria,
seperti kutipan dan pengakuan, Kohlberg ditemukan menjadi 30 psikolog paling
terkemuka abad ke-20.
Lawrence Kohlberg lahir di Bronxville, New York. [4] Dia adalah anak
bungsu dari empat bersaudara dari Alfred Kohlberg, pengusaha Jerman Yahudi, dan dari istri
keduanya, Charlotte Albrecht, seorang ahli kimia Jerman Christian. Orangtuanya
berpisah ketika ia berusia empat tahun dan bercerai akhirnya ketika ia berusia
empat belas tahun. Dari tahun 1933 sampai 1938, Laurence dan tiga saudara yang
lain diputar antara ibu dan ayah mereka selama enam bulan pada suatu waktu.
Pada tahun 1938 ini tahanan berputar dari anak-anak Kohlberg berakhir, yang
memungkinkan anak-anak untuk memilih induk dengan siapa mereka ingin hidup.
Penunjukan akademis pertama Kohlberg adalah di Yale University, sebagai
asisten profesor psikologi, 1958-1961. Pada tahun 1955 saat mulai disertasinya,
dia telah menikah Lucille Stigberg, dan pasangan itu memiliki dua putra, David
dan Steven. Kohlberg menghabiskan satu tahun di Center for Advanced Studi di
Ilmu Perilaku, di Palo Alto, California, 1961-1962, dan kemudian bergabung
dengan Psikologi Departemen University of Chicago sebagai asisten, profesor
maka psikologi dan pembangunan manusia, 1962 1967. Dia memegang janji
mengunjungi di Harvard Graduate School of Education, 1967-1968, dan kemudian
diangkat menjadi Profesor Pendidikan dan Psikologi Sosial di sana, mulai tahun
1968, di mana ia tetap sampai kematiannya.
Dasar Pemikiran
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget,
yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang
memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga
menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral
behavior).Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan
oleh Lawrence Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi.
Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang
semula diteliti Piaget,yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang
melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini,
dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan
dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada
dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam
penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi
tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama.
Dalam penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap
dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda.
Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan
menjadikannya tiga “tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”.
ketiga “tingkat” itu adalah tingkat prakonvensional, konvensional dan
pasca-konvensional.
Tahap prakonvensional sering kali berperilaku “baik” dan tanggap
terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun ia menafsirkan semua
label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari segi
kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut label tentang yang
baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat
hingga sepuluh tahun.
Orientasi hukuman dan kepatuhan (punishment and obedience orientation) ialah
tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini
perkembangan moral didasarkan atas hukuman, seseorang memfokuskan diri pada
konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai
contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya
dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.
Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari
sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Anak-anak
pada tahap ini sulit untuk mempertimbangkan dua sudut pandang dalam dilema
moral. Akibatnya, mereka mengabaikan niat orang-orang dan bukan fokus pada
ketakutan otoritas dan menghindari hukuman sebagai alasan untuk bersikap secara
moral.
Selanjutnya Individualisme dan
tujuan (individualism and purpose) ialah tahap kedua dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada
imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan
bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar
adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
Anak-anak menyadari bahwa orang dapat memiliki perspektif yang berbeda dalam
dilema moral, tetapi pemahaman ini adalah, pada awalnya sangat konkret. Mereka
melihat tindakan yang benar sebagai yang mengalir dari kepentingan diri
sendiri. Timbal balik dipahami sebagai pertukaran yang sama nikmat “Anda
melakukan ini untuk saya dan saya akan melakukannya untuk Anda.”
Tahap konvensional merupakan tingkat kedua, tahap ini juga dapat
digambarkan sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu
sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau
bangsa, dan dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa
mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya
menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan,
mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.
Orientasi keserasian interpersonal dan
konformitas (
Sikap anak baik). Norma-norma interpersonal (interpersonal norms) ialah tahap
ketiga dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Tahap penyesuaian dengan
kelompok atau orientasi untuk menjadi “anak manis”. Pada tahap selanjutnya,
terjadi sebuah proses perkembangan kearah sosialitas dan moralitas kelompok.
Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral.Kesadaran dan kepedulian atas kelompok akrab,
serta tercipta sebuah penilaian akan dirinya dihadapan komunitas/kelompok.
Keinginan untuk mematuhi aturan karena mereka mempromosikan hubungan
harmoni sosial muncul dalam konteks hubungan pribadi yang dekat. Seseorang
ingin mempertahankan kasih sayang dan persetujuan dari teman-teman dan kerabat
dengan menjadi “orang baik”, bisa dipercaya, setia, menghormati, membantu, dan
baik. Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya pada tahap
ini. Sambil mengharapkan dihargai oleh orangtuanya sebagai seorang perempuan
yang baik atau laki-laki yang baik, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki
peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari
orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat
terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang “anak baik”
untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan
hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai
menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih. Keinginan untuk mematuhi
aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.
Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan
sosial ( Moralitas hukum
dan aturan). Moralitas sistem sosial (social system morality) ialah tahap
keempat dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, pertimbangan
moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan
kewajiban. Pada kondisi ini dimana seseorang sudah mulai beranjak pada
orientasi hukum legal/peraturan yang berfungsi untuk menciptakan kondisi yang
tertib dan nyaman dalam kelompok/komunitas. Seseorang memperhitungkan
perspektif yang lebih besar dari hukum masyarakat. pilihan moral tidak lagi
tergantung pada hubungan dekat dengan orang lain. Sebaliknya, peraturan harus
ditegakkan dengan cara sama untuk semua orang, dan setiap anggota masyarakat
memiliki tugas pribadi untuk menegakkan mereka serta mematuhi hukum, keputusan,
dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat.
Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan
individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi
kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa
yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar
hukum, mungkin orang lain juga akan begitu, sehingga ada kewajiban atau tugas
untuk mematuhi hukum dan aturan.
Tahap pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke
prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan,
terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya
dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau
kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk
merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat
diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada
prinsip-prinsip itu.
Orientasi kontrak sosial adalah hak-hak masyarakat versus hak-hak
individual (community rights versus individual rights) ialah tahap kelima dalam
teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa
nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat
berbeda dari satu orang ke orang lain, menyadari bahwa hukum penting bagi
masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya
bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada hukum.
Seseorang dipandang sebagai memiliki pendapat dan nilai-nilai yang berbeda.
Pada tahap ini penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan
pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan
yang pasti benar atau absolut ‘memang anda siapa membuat keputusan kalau yang
lain tidak?’. Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan
bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan
sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk
sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas,
dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan
pada penalaran tahap lima. Seseorang menganggap hukum dan aturan sebagai
instrumen yang fleksibel untuk melanjutkan tujuan manusia. Mereka dapat
membayangkan alternatif tatanan sosial mereka, dan mereka menekankan prosedur
yang adil untuk menafsirkan dan mengubah hukum. Ketika hukum konsisten dengan
hak-hak individu dan kepentingan mayoritas setiap orang mengikuti mereka karena
orientasi partisipasi kontrak sosial bebas dan bersedia dalam sistem karena
membawa lebih baik bagi orang-orang dari pada jika tidak ada.
Prinsip etika universal (universal ethical principles) ialah tahap
keenam dan tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap
tertinggi, tindakan yang benar didefinisikan sendiri, prinsip-prinsip etis yang
dipilih dari hati nurani yang berlaku untuk semua umat manusia, tanpa hukum dan
kesepakatan sosial. Penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan
prinsip etika universal. Bila menghadapi konflik secara hukum dan suara hati,
seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan
resiko pribadi.
Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap
keadilan, juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak
adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan
moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut
dan bukannya secara hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa dilakukan dengan
membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang
juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama. Tindakan yang diambil
adalah hasil konsensus, dengan cara ini tindakan tidak pernah menjadi cara tapi
selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan
karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon