Dalam misteri jiwaku
Namun memiliki makna yang dalam menurut sang pujangga
yang kata-kata indahnya selalu berlalu-lalang dalam ingatanku
Tiap aku akan mencoba mendefinisikan "CINTA"
Kutanyakan makna CINTA, tapi mereka tafsirkan berbeda-beda
Apakah??? itu berarti. Kita harus saling mencintai walaupun dalam "PERBEDAAN"
Tapi orang mengatakan Kesempurnaan itu ada pada sosok yang sederhana
Lalu?? mengapa mereka mencari cinta
Dalam batasan logika kompleks yakni punya banyak indikator sebelum memberikan cinta
Apakah?? mereka tidak mengerti cinta yang sesungguhnya
Bahwa cinta itu sangat "SEDERHANA"
Yaa,,Sederhana dalam logikaku.
Karena cinta hanya butuh ketulusan sayang.(Asran siara - 5/11/13)
----Saat aku duduk memandangi indahnya danau tak terasa mentari pagi telah menyilaukan pandanganku yang dua jam lalu belum terasa. Kicauan burung kenari pun ikut memberikan hiburan pada diriku yang dari tadi hanyut dalam lamunan berupa nyanyian merdu dengan nadanya sendiri. Mungkin mereka mengerti dengan rasa yang aku rasakan. Entahlah!!!. Suara merdu kenari itu ditelingaku terusik ketika sebuah suara asing bertamu dalam pendengaranku.
"Ivan? Sedang apa kau disini???," nada lembut tersebut tidak asing dalam ingatanku. Tapi aku, masih enggan tuk berbalik. Mungkin karena kilauan mentari yang terlalu begitu indah pada pantulan air dengan gelombang-gelombang sederhana danau yang dari tadi terlanjur merebut perhatianku. Pada kesederhanaan gelombang itu aku teringat puisi yang aku kagumi yang aku ciptakan sendiri saat aku mulai pusing dengan kisah cintaku yakni arahnya tak kumengerti lagi.
"Sudah satu minggu kau tidak mengangkat teleponku Ivan. Ada apa??," Sekali lagi suara lembut itu, kembali mencoba merebut perhatianku untuk segera berbalik kearahnya.
****
Kali ini, aku berbalik arah pada sumber suara merdu yang dari tadi merayu dengan nada sendu. Inci demi inci kurayapi tubuhnya dengan pandanganku yang begitu datar, ujung kaki hingga pada keelokan wajahnya yang begitu cantik. "Kenapa kau mencariku Ayu??," jawabku singkat yang masih dengan pandangan datar. "Bukankah kau, tak mencari orang spertiku yang tak mampu sempurna bagimu. Seperti yang selalu kau paksakan untuk diriku??," kali ini aku kembali bertanya yang sedari tadi mengaharap jawabku.
Iya tak mampu menjawabku. Hanya mata yang memerah yang aku anggap menjadi respon dari dirinya. "Ahhh..aku tak peduli," kataku dalam hati. Mungkin ia, merasa tersentuh dengan pertanyaanku tadi yang aku lontarkan pada dia. Ya, dia memang cantik dan aku akui sangat menyayanginya. Tapi dia selalu memaksakan kehendaknya pada diriku. Itu yang aku tidak suka.
Cintaku atasnya, mencoba memaksa aku untuk keluar dari jati diriku. "Mustahilll," kataku dalam hati. Didepanku, dia masih berdiri kaku tanpa bergerak seinci-pun saat aku melontarkan pertanyaaku yang kedua yang berlalu sekitar dua puluh menit yang lalu. Kali ini, aku tak mengerti apa yang ada dalam pikirannya. Tapi satu yang pasti, mata yang memerah tadi mulai berair mengalir membasahi pipinya yang begitu anggun menurut takaran sahabat-sahabatku.
"Sudahlah Ayu, aku bukan orang yang kau cari untuk melabuhkan perasaanmu itu," lanjutku yang mencoba memulai perbincangan untuk mencoba memecah kebisuan. Kali ini, Ia masih diam kaku. Tak terasa terik mentari mulai mengusik pada kulitku. Kali ini, aku kembali mengalihkan pandanganku pada kilauan mentari pada pancaran air danau yang begitu mempesona.
"Apa maksudmu Ivan. Dengan katamu tadi, kau bukanlah orang yang tepat untukku," Akhirnya ia mulai kembali bersuara. Tapi kali ini, dengan nada suara yang dibubuhi tangis. "Aku minta maaf Ivan. Atas sikapku selama ini," lanjutnya lagi. Mungkin Ia sudah mulai mengerti dengan rasa yang aku rasakan saat ini yang sudah berkeras dengan kata 'PUTUS' dengannya pada jalinan kasih yang aku rajut pada 3 tahun lalu. "Cukuplah Ayu. Aku tidak ingin melihat mu menangis seperti itu. Sudah cukup kau mengiris hati ini dengan sikapmu yang begitu lincah menyayatnya," kataku lagi.
Kali ini, Ia kembali membisu sebelum ia akhirnya meninggalkan saya yang dari tadi membuatnya berlinang air mata. Sebenarnya aku sangat mencintainya. Tapi ia, tidak mengerti dengan apa yang kurasakan saat bersamanya. Aku hanya bagai berada dalam sangkar penjara cinta ia buatkan untukku. Mungkin itulah akhir kisahku bersamanya. Betulkah, Ketika mencintai seseorang kita tidak boleh mencpitkan cinta ibarat bayangan cermin yakni hanya mencintai kelebihan dalam indikator logika yang kita miliki sebagai bukti ego atas diri kita masing-masing.
****
"Ahhhhh," kataku dalam hati. Saya tersadar ternyata aku sudah tidak tempat tidurku. Romantika cinta yang dari tadi aku resapi sebagai buaian asmara yang menuntun emosi ternyata hanya dalam mimpi. Aku langsung berbenah secepat kilat.
Makassar (5/11/2013)
-- Asran Siara --
Tulisan ini dikutip dalam situs pribadi http://asransiara.blogspot.co.id/
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon